Jumat, 11 April 2014

HUKUM ACARA PERDATA (M. Nur Rasaid, S.H.)

RESUME

HUKUM ACARA PERDATA
Dosen : Banan Sarkosih, S.Pd, M.Pd.


Di Susun Oleh :
Agus Syahryal
NPM : 01020201090161












PENDIDIKAN PANCASILA KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SURYAKANCANA CIANJUR
Kampus : Jl. Pasir Gede Raya Telp. (0263) 270106 – 268672 Cianjur 43216





(M. Nur Rasaid, S.H.)

RESUME
BAB  I
PENGERTIAN , SIFAT DAN SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

A.    Pengertian Hukum Acara Perdata
Menurut Dr. Sudikno Mertokusumo , S, H Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaiman cara nya menjamin hukum perdaat materiil dengan perantaraan Hakim.
Dapat dismpulkan bahwa hukum acara perdata adlah rangkaian peraaturan yang membuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap Pengadilan dan carra bagaimana Pengadialn itu harus bertindak , satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.
Adapun objek dari ilmu pengetahuan hukum perdata adalah Keselluruhan peraturan yang bertujuan melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil dengan perantaraan kekuasaan negara. Maksud dari perantaraan negara adalah dengan melalui badan atau lembaga peradilan , yaitu suatu baadan yang bebas dari  pengaruh siapapun atau bagi semua pihak yang bertujuan mencegah  eigenrichting (Main Hakim Sendiri).

B.     Sifat Hukum Acara Perdata
Ketentuan Pengajuan
Awal terjadinya proses peradilan yang  berasal dari pengajuan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan, sedangkan hakim hanya menunggu datangnya ajuan tuntutan akan hak seseorang yang berkepentingan, maksudnya pengadilan tidak dapat memerintah, meminta maupun memaksa seseorang untuk mengajukan perkara.
Ketentuan tersebut berbeda dengan acara hukum pidana yanag tidak mengagantungkan adanyan pengajuan dari korban yang dirugikan. Seperti halnya tindakan poplisi sebagai penegak hukum untuk mencari dan mengajukan orang-orang yang telah melakukan pelanggaran atau kejahatan terkecuali kejahatan pelanggaran atau kejahatan yang hanya bisa dijerat dengan adnya aduan daari pihak korban seprti halnya perbuatan zina yang merupakan delik aduan.
Bentuk
1.      Tertulis (termuat dalam sebagian Undang-undang)
2.      Tidak tertulis (menurut adat kebiasaan yang dianut oleh para hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara)
Dalam hukum acara perkara perdata hakim tidak boleh menolak untukk memeriksa dan mengadili perkara tersebut dengan alasan bahwa hukum tidak jelas atau kurang jelas. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 14 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970 “ Pengadilan tidak boleh menolak untuk menoak untuk memriksa sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas , melainkan untuk memriksa dan mengadilinya”
Seandainya tidak ditemukan hukum tertulis  maka hakim wajib menggali , mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan isi ketentuan dalam Pasal 27 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970 “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilanwajib menggali , mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.

C.    SUMBER HUKUM ACARA PERDATA
Hingga masa sekarang ini kita masih belum mempunyai hukum acara perdata Nasional yang dirancang secara khusus , hukum acara perdata kita sekarang dapat dianggap belum teratur secara sistematis (terpencar).
Berdasarkan Ketentuan yang termuat dalam pasal 5 Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951, maka hukum acara perdata yang berlaku di negara kita yaitu yang termuat dalam :
Het Herienze Indonesich reglement (HIR yang diperbarui, S.1848 No. 44) untuk daerah Jawa dan madura. Sekarang sering digunakan.
Rechtsreglement Buitengewesten (R.Bg./ Reglemen Daerah Seberang, s.1927No.227) untuk daerah di luar Jawa dan Madura.
Selain itu sumber huku perdata antara lain:
·         RV (Reglement of de Bburgelijke Rechtsvordering). Tapi ketentuan ini sekarang sudah berlaku lagi, kecuali apabila benar-benar dirasa perlu dalam praktek peradilan.
·         RO (Reglement of de Reccchterlijke Organisatie in Het beleid der Justitie in Indonesia/ Reglemen tentang Organisasi Kehakiman S. 1847 No.23 )
·         BW Buku IV , dan selebihnya yang terdapat tersebar dalam BW dan Peraturan Kepailitan.
·         UU Nomor 14 Tahun 1970, Tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
·         UU No. 20 tahun 1947 Tentang Ketentuan Banding untuk Daerah Jawa dan Madura.
·         Yurisprudensi, contohnya adlah putusan MA tanggal 14 April 1971 No.99 K/Sip/1971, yang menyeragamkan hukum acaara dalam perceraian bagi mereka yang tunduk pada BW.
·         Adat Kebiasaan yang dianut oleh para Hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata.
·         Perjanjian Internasionalcontohnyaa yaitu perjanjian kerjasama di bidang pengadialan antara Republik Indonesia dengan Kerajaan Thailand (KEPRES No.6 Tahun 1978) yang isinya antara lain memuat tentang adanya kesepakatan menagadakan kerjasama dalam menyampaikan dokumen pengadilan dan memperoleh bukti-bukti dalam hal perkara.
·         Perkara Hukum Perdata dan Dagang
·         Dotrin atau ilmu pengetahuan , sebagai sumber tempat hakim dapat menggali hukum acara perdata
·         Surat edaran Mahkamah Agung (SEMA) sepanjang mengatur hukum acara perdata dan hukum perdata Materiil.
Tetapi tentang dooktrin dan surat edaran bukanlah hukum melainkan sumber hukum tempat kita dapat menggali hukum . Jadi terhadap doktrin dan surat edaran ini Hakim tidaklah terikat seperti terhadap sumber yang lainnya.
RESUME
BAB II
PIHAK YANG BERPEKARA

A.    Pihak Yang Berpekara
Setiap orang berhak untuk berpekara di depan Pengadilan kecuali orang yang belum dewwasa atau amnesia (sakit   ingatan). Bagi orang yang belum dewsa harus diwakili orang tuanya dan bagi yang sakit ingatan diwakili pengampunya. Suatu badan hukum boleh menjadi pihak dalam suatu perkara , dan yang bertindak untuk dan atas nama badan hukum adalah Direkturnya. Adapun negra diwakili oleh salah satu departemen yang ada hubungannya dengan masalah  yang dihadapi , misalnya Departemen  Dalam Negeri , maka biasanya yang akan menghadapi dalam persidangan yang mewakili negara adalah Kepala Bagian  Hukum darri Departemen yang berskutan dengan membawa suatu surat kuasa khusus dari Menteri.
Pihak yang bersengketa dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1.      Penggugat
Orang yang merasa bahwa haknya telah dilanggar
2.      Tergugat
Orang yang ditarik  ke muka persidangan kaarena ia dianggaap  atau  dirasa melanggar hak seseorang, karena belum tentu hak oran yang terlanggar haknya benaar-benaar telah dilanggr haknya.
Adapun mengenai wakil yang mewakili seseorang harus mempunyai surat kuasa khusus yang dibuat dibaawah tangan ataupun secara autentik di hadapan Notaris yang memuat kalimat “Surat  kuasa ini diberikan dengan hak Subtitusi (menggantikan)”. Apabila dalam surat kuasa tersebut tawk tercantum maka danm kemudian ternyata dilimpahkan kepada orang lain maka pelimpahan ini tak sah (alias batal).
Tentang penunjukan seseorang untuk menjadi wakil salah satu pihak dalam bertindak di muka  Pengadilan ini di negara kita sekarang ini bukanlah merupakan suatu keharusan . Dengan demikian pada waktu sekarang keadaannya ialah bahwa seseoorang yang berperkara di muka pengadilan leluasa untuk diwakili oleh orang lain atau tidak, dan yang dapat menjadi wakil adalah setiap orang.
Hal tersebut berbeda dengan keadaan zaman Belanda , di mana untuk Hoggerechshaf dan Raad Van Justitie para pihak yang berperkara diwajibkan mewakilkan kepada seorang ahli hukum yang  telah mendapatkan izin dari pemerintah untuk menjadi Procureur (pokrol). Kewajiban mewakilkan ini bagi penggugar dinyatakan dalam pasal 106 ayat 1 B.Rv, dan bagi tergugat dalam pasal 109 R.Bv.
Ada tiga alasan mengapa ketentuan tersebut belum dapat diterapkan dalam negara Indonesia sekarang ini :
1)      Bahwa para ahli hukum yang menjadi wakil pihak yang berperkara tentunya harus mendapat upah yang biasanya tidak rendah. Sehingga akibatnya maka pembuatan perkara akan menjadi mahal, dan hal ini bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 UU No. 14 Tahun 1970 yang isinya “Peradilan dilakukan dengan sederhana , cepat , dan biaya ringan”
2)      Bahwa negara  Indonesia pada waktu sekarang ini masih kekurangan tenaga ahli hukum, yang dapat melayani pembelaan semua peerkara perdata di seluruh Indonesia .
3)      Selalu adanya awakil daari pihak-pihak yang berperkara , hakim tidak dapat berhadapan langsung dengan orang yang berkepentingan sendiri. Sehingga hakim tak dapat membaca keinginan orang tersebut secara menyeluruh.

Pihak yang berperkara dibedakan menjadi
1)      Partij  Materiil
Pihak yang mempunyai kepentingan langsung di dalam perkara yang bersangkutan atau subyek dari hubungan yang dipersengketakan.
2)      Partij  Formil
Pihak yang berrtindak untuk kepentingan orang lain . Contoh : wali yang bertindak atas nama anak yang belum dewasa.
Sedangkan orang yang mempunyai perkara menghadap sendiri ke persidangan.

B.     Turut Sertanya Pihak Ketiga Dalam Suatu Perkara
Adakalanya terdapat pihak ketiga yang ada dalam suatu perkara yaitu penggugat , tergugat, dan pihak ketiga. Hal ini terjadi karena pihak ketiga turut  campur dalam perkara ketika penggugat dan tergugat  sedang berperkara dalam persidangan. Dan keturutsertaan pihak ketiga disebut Interventie.Meski dalam HIR dan R. Bg. Tak disinggung namun tidak berarti keturutsertaannya tak  diperkenankan. Dan proses persidangan dengan adanya opihak ketiga harus dilakukan berdasarkan hukum acara yang tidak  tertulis , dengan alasan bahwa pelaksanaan kewajiban dan hak dalam hukum perdata dilakukan dengan tepat , maka sudah selayaknya dianggap sah.
Keturutsertaan tersebut dapat dibagi menjadi:
1.      Tussenkomst, Turut  sertanya pihak ketiga ke dalam suatu proses untuk membela kepentingannya sendiri.
Contoh : A dan B bersengketa atas kepemilikan sesuatu dan C turut campur untuk menyatakan bahwa sesuatu tersebut adalah miliknya.
2.      Voeging, Turut sertanya pihak ketiga dalam suatu proses untuk membela salah satu pihak.
Contoh : A dan B menanggung renteng berutang kepada C . B digugat oleh C kemudian A membantu pihak B.
3.      Vrijawaring , Turut sertanya pihak ketiga dalam suatu proses dengan maksud untuk membela salah satu pihak.
Contoh : A meminjam uang B dengan jaminan C , kalau C digugat B, C  menarik  A supaya dapat bebas dari akibat buruk suatu keputusan baginya oleh hakim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar